Home » » AHKLAK

AHKLAK

Posted by Coretan on Rabu, 27 April 2016

AKHLAK


            Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu)
dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".  
Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah”
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat)".
ISLAM MENGUTAMAKAN AKHLAK
            Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di satu sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awam, seperti ucapan : “Wah udah ngerti agama kok kurang ajar sama orang tua.” Atau ucapan : “Dia sih agamanya bagus tapi sama tetangga tidak pedulian…”, dan lain-lain.
            Seharusnya ucapan-ucapan seperti ini ataupun yang semisal dengan ini menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak. Islam bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan islam mementingkan akhlak. Yang perlu diingat bahwa tauhid sebagai sisi pokok/inti islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat. Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang muwahhid memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.

RASUL DIUTUS UNTUK MENYEMPURNAKAN AKHLAK                                                        
Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, rasul kita yang mulia mendapat pujian Allah. Karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat Al Qalam ayat 4. bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menegaskan bahwa kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya).
            Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
             Dalam hadits lain Anas memuji beliau shalallahu ‘alahi wasallam : “Belum pernah saya menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Saya juga belum pernah mencium bau yang lebih wangi dari bau Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Selama sepuluh tahun saya melayani Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, belum pernah saya dibentak atau ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini ? atau mengapa engkau tidak mengerjakan itu ?” (HR. Bukhari dan Muslim).
            Akhlak merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.” (HR Tirmidzi, dari abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, diriwayatkan juga oleh Ahmad. Disahihkan Al Bani dalam Ash Shahihah No.284 dan 751). Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdillah bin amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma disebutkan : “Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.”

KEUTAMAAN AKHLAK
            Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq).
             Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya, beliau shalallahu ‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).
             Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :            “ Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah Juz 2 hal 535).                                                                                                                                                Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419).
             Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah mengambil akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya.
Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk akhlak. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Apr 8, '08 8:17 AM
for everyone
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk.
Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian akhlak, norma, etika, moral dan nilai.

A. AKHLAK
Ada   dua   pendekatan   untuk   mendefenisikan   akhlak,   yaitu   pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak   berasal dari bahasa arab yakni  khuluqun    yang menurut loghat diartikan:   budi  pekerti, perangai,   tingkah   laku   atau   tabiat.   Kalimat   tersebut   mengandung   segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.

Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.

Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.

Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.

Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara

Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.

B.  ETIKA
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).

Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.

Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran.

Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia.

Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal.

Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

C. MORAL
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.

Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

D. NORMA

Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.

Jadi secara terminologi kiat dapat mengambil kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret

Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis

E.  NILAI
Dalam membahas nilai ini biasanya membahas tentang pertanyaan mengenai mana yang baik dan mana yang tidak baik dan bagaimana seseorang untuk dapat berbuat baik serta tujuan yang memiliki nilai. Pembahasan mengenai nilai ini sangat berkaitan dangan pembahasasn etika. Kajian mengenai nilai dalam filsafat moral sangat bermuatan normatif dan metafisika.

Penganut islam tidak akan terjamin dari ancaman kehancuran akhlak yang menimapa umat, kecuali apabila kita memiliki konsep nilai-nilai yang konkret yang telah disepakati islam, yaitu nilai-nilai absolut yang tegak berdiri diatas asas yang kokoh. Nilai absolut adalah tersebut adalah kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang akan mengantarkan kepada kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat secara individual dan sosial.

DAFTAR PUSTAKA
•    Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
•    Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004
•    Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988
(artikel ini disadur dari persentasi pada mata kuliah akhlak tasawuf)





http://htmlimg3.scribdassets.com/bjtuu199cg2abk/images/3-28a517f148/000.jpghttp://html.scribd.com/bjtuu199cg2abk/images/3-28a517f148/000.jpg
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak1 .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengeri benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan kecenderungan hati (sadar)2 .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk. Di dalam The Encyclopaedia of Islam yang dikutip oleh Asmaran dirumuskan: It is the science of virtues and the way how to acquire then, of vices and the way how to quard against then, bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang kebaikan dan cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara untuk menghindarinya3

http://htmlimg2.scribdassets.com/bjtuu199cg2abk/images/4-737cd74d54/001.jpghttp://htmlimg1.scribdassets.com/bjtuu199cg2abk/images/4-737cd74d54/000.png
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan "akhlak" berasal dari bahasa Arab jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan "khalkun" yang berarti kejadian, serta erat hubungan " Khaliq" yang berarti Pencipta dan "Makhluk" yang berarti yang diciptakan.4
Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam al
Qur'an, sebagai berikut:
Yang Artinya :
Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
Agung.”(Q.S. Al-Qalam, 68:4).5
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar
mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1. Ibn Miskawaih
Bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.6
2. Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.7
3. Prof. Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.
Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
http://htmlimg3.scribdassets.com/bjtuu199cg2abk/images/5-6b8a8d5db1/000.png
kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih
besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.8
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak Islami, secara sederhana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam menempati posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.9
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati oarng tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia.
Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika aklhak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing masing makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.
B. Sumber dan Macam-macam Akhlak
1. Sumber Akhlak
Persoalan "akhlak" didalam Islam banyak dibicarakan dan dimuat dalam al- Hadits sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi http://htmlimg3.scribdassets.com/bjtuu199cg2abk/images/6-7a4a232736/000.jpghttp://htmlimg3.scribdassets.com/bjtuu199cg2abk/images/6-7a4a232736/000.jpg
yang mestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah
dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.
Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam adalah merupakan sistem moral atau akhlak yang berdasarkan Islam, yakni bertititk tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.
Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau sumber pokok daripada akhlak adalah al-Qur'an dan al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama itu sendiri.10
Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat Beliau yang selalu berpedoman kepada al-Qur'an dan as-Sunah dalam kesehariannya.
Beliau bersabda:
Artinya :
Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Nabi saw bersabda,"telah ku tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunnah Rasulnya.11
Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan atau tindakan manusia apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut sistem moral atau akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjauhi segala larangannya dan mengerjakan segala perintahnya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar hidup bagi setiap muslim yakni al-Qur'an dan al-Hadits.
2. Macam-macam Akhlak
a) Akhlak Al-Karimah
Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.
Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.
Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa,
hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang tercela.
Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk social yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasaan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.12
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukurinya dengan berupa berzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalm kehidupannya senantiasa berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapt tyerhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya. Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik.
b) Akhlak Al-Mazmumah
Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.
Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:

Berbohong
Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang
sebenarnya.
Takabur (sombong)
Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain.
Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
Dengki
Ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.
Bakhil atau kikir
Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk
orang lain.
Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya di bedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan rasulnya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan rasulnya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela.
BAB III
KESIMPULAN
Ajaran Islam sangat banyak memberikan dorongan kepada sikap-sikap untuk maju. Kemajuan materi (madiyah) akan terpacu oleh akhlak manusia yang menggenggam materi tersebut. Akhlak adalah perangai yang berakar didalam hati sebagai anugerah dari Khalik Maha Pencipta. Adalah satu kenyataan belaka bahwa makhluk manusia mesti terikat erat dengan Khalik sang Pencipta. Akhlak adalah jembatan yang mendekatkan makhluk dengan Khaliknya. Menjadi parameter menilai sempurna atau tidaknya ihsan Muslim itu. Melaksanakan agama sama artinya dengan ber akhlak sesuai dengan tuntunan agama Islam. Karena itu, agama bukanlah sebuah beban, melainkan adalah sebuah identitas (cirri, shibgah).
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, ( PT. Mitra Cahaya Utama, 2005)
Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997)
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003Zahruddin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Al-Qur'an dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia, (Jakarta: CV. Toha Putra
Semarang, 1989)
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta, 1975
Rachmat Djatnika, Akhlak Mulia, Pustaka, Jakarta, 1996
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Raja Grafindo
Hakikat dari tasauf
Arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian
rohaniah, ubudiah, dan perhatiannya tercurah seputar
permasalahan itu.
Agama-agama di dunia ini banyak sekali yang menganut
berbagai macam tasawuf, di antaranya ada sebagian orang
India yang amat fakir. Mereka condong menyiksa diri sendiri
demi membersihkan jiwa dan meningkatkan amal ibadatnya.
Dalam agama Kristen terdapat aliran tasawuf khususnya bagi
para pendeta. Di Yunani muncul aliran Ruwagiyin. Di Persia
ada aliran yang bernama Mani’; dan di negeri-negeri lainnya
banyak aliran ekstrim di bidang rohaniah.

Kemudian Islam datang dengan membawa perimbangan yang paling
baik di antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah serta
penggunaan akal.
Maka, insan itu sebagaimana digambarkan oleh agama, yaitu
terdiri dari tiga unsur: roh, akal dan jasad. Masing-masing
dari tiga unsur itu diberi hak sesuai dengan kebutuhannya.
Ketika Nabi saw. melihat salah satu sahabatnya
berlebih-lebihan dalam salah satu sisi, sahabat itu segera
ditegur. Sebagaimana yang terjadi pada Abdullah bin Amr bin
Ash. Ia berpuasa terus menerus tidak pernah berbuka,
sepanjang malam beribadat, tidak pernah tidur, serta
meninggalkan istri dan kewajibannya. Lalu Nabi saw.
menegurnya dengan sabdanya:
“Wahai Abdullah, sesungguhnya bagi dirimu ada hak (untuk
tidur), bagi istri dan keluargamu ada hak (untuk bergaul),
dan bagi jasadmu ada hak. Maka, masing-masing ada haknya.”
Ketika sebagian dari para sahabat Nabi saw. bertanya kepada
istri-istri Rasul saw. mengenai ibadat beliau yang luar
biasa. Mereka (para istri Rasulullah) menjawab, “Kami amat
jauh daripada Nabi saw. yang dosanya telah diampuni oleh
Allah swt, baik dosa yang telah lampau maupun dosa yang
belum dilakukannya.”
Kemudian salah seorang di antara mereka berkata, “Aku akan
beribadat sepanjang malam.” Sedang yang lainnya mengatakan,
“Aku tidak akan menikah.” Kemudian hal itu sampai terdengar
oleh Rasulullah saw, lalu mereka dipanggil dan Rasulullah
saw. berbicara di hadapan mereka.
Sabda beliau:
“Sesungguhnya aku ini lebih mengetahui daripada kamu akan
makrifat Allah dan aku lebih takut kepada-Nya daripada kamu;
tetapi aku bangun, tidur, berpuasa, berbuka, menikah, dan
sebagainya; semua itu adalah sunnah Barangsiapa yang tidak
senang dengan sunnahku ini, maka ia tidak termasuk
golonganku.”
Karenanya, Islam melarang melakukan hal-hal yang
berlebih-lebihan dan mengharuskan mengisi tiap-tiap waktu
luang dengan hal-hal yang membawa manfaat, serta menghayati
setiap bagian dalam hidup ini.
Munculnya sufi-sufi di saat kaum Muslimin umumnya
terpengaruh pada dunia yang datang kepada mereka, dan
terbawa pada pola pikir yang mendasarkan semua masalah
dengan pertimbangan logika. Hal itu terjadi setelah masuknya
negara-negara lain di bawah kekuasaan mereka.
Berkembangnya ekonomi dan bertambahnya pendapatan
masyarakat, mengakibatkan mereka terseret jauh dari apa yang
dikehendaki oleh Islam yang sebenarnya (jauh dari tuntutan
Islam).
Iman dan ilmu agama menjadi falsafah dan ilmu kalam
(perdebatan); dan banyak dari ulama-ulama fiqih yang tidak
lagi memperhatikan hakikat dari segi ibadat rohani. Mereka
hanya memperhatikan dari segi lahirnya saja.
Sekarang ini, muncul golongan sufi yang dapat mengisi
kekosongan pada jiwa masyarakat dengan akhlak dan
sifat-sifat yang luhur serta ikhlas. Hakikat dari Islam dan
iman, semuanya hampir menjadi perhatian dan kegiatan dari
kaum sufi.
Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam meniti
jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an dan
As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktek yang
menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya.
Banyak orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyak
orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat karena jasa
mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam,
yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama
di bidang makrifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam
rohani, semua itu tidak dapat diingkari.
Tetapi, banyak pula di antara orang-orang sufi itu terlampau
mendalami tasawuf hingga ada yang menyimpang dari jalan yang
lurus dan mempraktekkan teori di luar Islam, ini yang
dinamakan Sathahat orang-orang sufi; atau perasaan yang
halus dijadikan sumber hukum mereka.
Pandangan mereka dalam masalah pendidikan, di antaranya
ialah seorang murid di hadapan gurunya harus tunduk patuh
ibarat mayat di tengah-tengah orang yang memandikannya.
Banyak dari golongan Ahlus Sunnah dan ulama salaf yang
menjalankan tasawuf, sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur’an;
dan banyak pula yang berusaha meluruskan dan
mempertimbangkannya dengan timbangan Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Di antaranya ialah Al-Imam Ibnul Qayyim yang
menulis sebuah buku yang berjudul: “Madaarijus-Saalikin ilaa
Manaazilus-Saairiin,” yang artinya “Tangga bagi Perjalanan
Menuju ke Tempat Tujuan.” Dalam buku tersebut diterangkan
mengenai ilmu tasawuf, terutama di bidang akhlak,
sebagaimana buku kecil karangan Syaikhul Islam Ismail
Al-Harawi Al-Hanbali, yang menafsirkan dari Surat
Al-Fatihah, “Iyyaaka na’budu waiyyaaka nastaiin.”
Kitab tersebut adalah kitab yang paling baik bagi pembaca
yang ingin mengetahui masalah tasawuf secara mendalam.
Sesungguhnya, tiap-tiap manusia boleh memakai pandangannya
dan boleh tidak memakainya, kecuali ketetapan dan
hukum-hukum dari kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
Kita dapat mengambil dari ilmu para sufi pada bagian yang
murni dan jelas, misalnya ketaatan kepada Allah swt, cinta
kepada sesama makhluk, makrifat akan kekurangan yang ada
pada diri sendiri, mengetahui tipu muslihat dari setan dan
pencegahannya, serta perhatian mereka dalam meningkatkan
jiwa ke tingkat yang murni.
Disamping itu, menjauhi hal-hal yang menyimpang dan
terlampau berlebih-lebihan, sebagaimana diterangkan oleh
tokoh sufi yang terkenal, yaitu Al-Imam Al-Ghazali. Melalui
ulama ini, dapat kami ketahui tentang banyak hal, terutama
ilmu akhlak, penyakit jiwa dan pengobatannya.

Pengertian Akhlak dan Tasawuf
Pengertian Akhlak:
• Secara bahasa akhlak berasal dari kata اخلق – يخلق – اخلاقا artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik, agama. Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Dasarnya adalah:
1. QS. Al- Qalam: 4: وانك لعلى خلق عظيم
2. QS. Asy-Syu’ara: 137: ان هذا الا خلق الاولين
3. Hadis :انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
• Menurut Istilah, akhlak adalah:
1. Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran danpertimbangan.
2. Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Ciri Perbuatan Akhlak:
1. Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3. Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5. Dilakukan dengan ikhlas.
Ruang lingkup Kajian Ilmu Akhlak:
@ Perbuatan-perbuatan manusia menurut ukuran baik dan buruk.
@ Objeknya adalah norma atau penilaian terhadap perbuatan tersebut.
@ Perbuatan tersebut baik perbuatan individu maupun kolektif.
Manfaat mempelajari Ilmu Akhlak:
1. Menetapkan criteria perbuatan yang baik dan buruk.
2. Membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat.
3. Mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia.
4. Memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau buruk.
Pengertian Tasawuf:
• Secara bahasa tasawuf berarti:
- saf (baris), sufi (suci), sophos (Yunani: hikmah), suf (kain wol)
- sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan bersikap bijaksana.
• Menurut Istilah:
1. Upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah Swt.
2. Kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
Sumber Ajaran Tasawuf:
1. Unsur Islam:
- Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk: mencintai Tuhan (QS. Al-Maidah: 54), bertaubah dan mensucikan diri (QS> At-Tahrim: 8), manusia selalu dalam pandangan Allah dimana saja (QS. Al-Baqarah: 110), Tuhan memberi cahaya kepada HambaNya (QS. An-Nur: 35), sabar dalam bertaqarrub kepada Allah (QS. Ali Imran: 3)
- Hadis Nabi seperti tentang rahasia penciptaan alam adalah agar manusia mengenal penciptanya.
- Praktek para sahabat seperti Abu Bakar Ash-shiddiq, Umar Ibn Khattab, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Talib, Abu Zar Al-Ghiffari, Hasan Basri, dll.
2. Unsur Non Islam:
a. Nasrani: Cara kependetaan dalam hal latihan jiwa dan ibadah.
b. Yunani: Unsur filsafat tentang masalah ketuhanan.
c. Hindu/Budha: mujahadah, perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain.
Hubungan Akhlak dengan Tasawuf:
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesame manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
Kuliah Kedua
SEJARAH PERKEMBANGAN AKHLAK TASAWUF
Sejarah Perkembangan Akhlak
Ditelusuri dari aspek kebangsaan, dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Akhlak pada bangsa Yunani
• Ditandai dengan munculnya Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana.
• Dasar pemikirannya: rasionalistik, baik dan buruk didasarkan pada pertimbangan akal pikiran. Argumentasinya didasarkan pada filsafat tentang manusia (anthropocentris), terkait dengan kejiwaan manusia. Akhlak adalah sesuatu yang fitri yang ada dalam diri manusia.
• Tokohnya:
- Socrates (469-399 SM): membentuk pola hubungan antara manusia dengan dasar ilmu pengetahuan.
- Plato (427-347 SM): mengemukakan teori contoh, yaitu apa yang terdapat pada lahiriyah sebenarnya telah ada contoh sebelumnya yang ada dalam bayangan dari yang tidak tampak (alam rohani atau alam ide). Teorinya ini terdapat dalam bukunya: Republik.
- Aristoteles (394-322 SM): mengemukakan teori pertengahan; yang baik adalah yang berada di tengah-tengah. Tujuan akhir manusia adalah kebahagiaan. Untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan menggunakan ilmu pengetahuan.
B. Akhlak pada Agama Nasrani
• Dasarnya adalah teocentris, Tuhan adalah sumber akhlak.
• Tuhan yang menentukan dan membentuk patokan akhlak.
• Menekankan pada aspek sufistik (dimensi batin).
• Pendorong kebaikan adalah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan kitab Taurat.
C. Akhlak pada bangsa Romawi
• Dibangun berdasarkan perpaduan antara ajaran Yunani (anthropocentris) dengan ajaran Nasrani (Teocentris).
• Tokohnya: Abelard (1079-1142 M) dari Perancis, dan Thomas Aquinas (1226-1274 M) dari Italia.
D. Akhlak pada Agama Islam
• Titik pangkal pada wahyu Tuhan dan akal manusia.
• Al-Qur’an memberi perhatian besar pada pembinaan akhlak.
• Nabi menjadi role model dalam pembinaan akhlak dalam penyebaran Islam.
Sejarah Perkembangan Tasawuf
• Masa Rasulullah belum ada istilah tasawuf.
• Benih-benih tasawuf ditemukan pada perilaku dan sifat Nabi, seperti ketika berkhalwat di gua hira.
• Kehidupan para sahabat juga mencerminkan kehidupan sebagai sufi seperti sikap zuhud dan qana’ah.
• Masa Tabi’in: ada istilah Nussak, yaitu orang-orang yang menyediakan dirinya untuk beribadah kepada Allah. Tokohnya Hasan Basri, yang benar-benar mempraktekkan tasawuf dengan memunculkan konsep khauf dan raja’.
• Istilah tasawuf muncul pada abad ke 2 H. Kata sufi pertama kali digunakan oleh Abu Hasyim, seorang Zahid dari Syria (w. 780 M). Dia mendirikan Takya, semacam padepokan sufi yang pertama.
• Tasawuf muncul sebagai respon terhadap praktek kehidupan para raja yang penuh dengan kemewahan. Para sufi memperbanyak zikir, zuhud, tadarus al-Qur’an, salat sunnah dan sebagainya. Tasawuf menjadi pengajian yang dipimpin oleh guru sufi.
• Abad ke 3 H: muncul tasawuf yang menonjolkan pemikiran eksklusif (tasawuf falsafi) seperti Al-Hallaj dengan konsep hulul.
• Abad ke 5 H: muncul Al-Ghazali, yang mendasarkan tasawuf hanya pada al-Qur’an dan hadis dan bertujuan asketisme, hidup sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral.
• Abd ke 6 H berkembang tarekat-tarekat untuk melatih dan mendidik para murid seperti yang dilakukan oleh Sayid Ahmad Rifa’I (w. 570 H), dan Sayid Abdul Qadir Jaelani (w. 651 M).
• Sejak abad ke 6 H muncul perpaduan antara tasawuf akhlaki dengan falsafi dengan tokoh seperti: Suhrawardi Al-Maqtul dan Ibn Arabi.
Kuliah Ketiga
ETIKA, MORAL, SUSILA, DAN AKHLAK
Etika
• Secara bahasa etika berasal dari bahasa Yunani; ethos; yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika dalam kamus diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.
• Menurut istilah etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia (Ahmad Amin).
• Konsep etika bersifat humanistis dan anthropocentris, karena didasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada perbuatan manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan yang dihasilkan oleh akal manusia.
• Komponen yang terdapat dalam etika meliputi 4 hal:
1. Objek, yaitu perbuatan manusia.
2. Sumber, berasal dari pikiran atau filsafat.
3. Fungsi, sebagai penilai perbuatan manusia.
4. Sifat, berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Moral
• Secara bahasa berasal dari kata mores (latin) yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus moral diartikan sebagai penentuan baik dan buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
• Istilah: moral merupakan istilah untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.
• Acuan moral adalah system nilai yang hidp dan diberlakukan dalam masyarakat.
• Persamaan antara moral dan etika terletak pada objeknya yaitu: perbuatan manusia.
• Perbedaan keduanya terletak pada tolok ukur penilaian perbuatan. Etika menggunakan akal sebagai tolok ukur, sedangkan moral menggunakan norma yang hidup dalam masyarakat.
Susila
• Berasal dari bahasa Sanskerta, Su: artinya baik, dan susila: artinya prinsip, dasar, atau aturan.
• Susila atau kesusilaan diartikan sebagai aturan hidup yang lebih baik, sopan, dan beradab.
• Kesusilaan merupakan upaya membimbing, memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma/nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
PERSAMAAN ETIKA, MORAL, DAN AKHLAK
• Persamaan ketiganya terletak pada fungsi dan peran, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan manusia untuk ditetapkan baik atau buruk.
• Secara rinci persamaan tersebut terdapat dalam tiga hal:
1. Objek: yaitu perbuatan manusia
2. Ukuran: yaitu baik dan buruk
3. Tujuan: membentuk kepribadian manusia
PERBEDAAN
1. Sumber atau acuan:
- Etika sumber acuannya adalah akal
- Moral sumbernya norma atau adapt istiadat
- Akhlak bersumber dari wahyu
2. Sifat Pemikiran:
- Etika bersifat filososfis
- Moral bersifat empiris
- Akhlak merupakan perpaduan antara wahyu dan akal
3. Proses munculnya perbuatan:
- Etika muncul ketika ad aide
- Moral muncul karena pertimbangan suasana
- Akhlak muncul secara spontan atau tanpa pertimbangan.
KONSEP BAIK DAN BURUK
Definisi Baik dan Buruk
• Pengertian baik atau khair adalah:
1. sesuatu yang sudah mencapau kesempurnaan,
2. sesuatu yang memiliki nilai kebenaran/nilai yang diharapkan,
3. sesuatu yang berhubungan dengan luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia.
• Buruk atau syarr, memiliki pengertian kebalikan dari baik.
• Pengertian baik dan buruk di atas bersifat subjektif, relative, tergantung individu yang menilainya.
Penentuan Baik dan Buruk
1. Berdasarkan adat istiadat masyarakat (aliran sosialisme).
2. Berdasarkan akal manusia (hedonisme)
3. Berdasarkan intuisi (humanisme)
4. Berdasarkan kegunaan (utilitarianisme)
5. Berdasarkan agama (religiousisme)
Konsep Baik dalam ajaran Islam
1. Hasanah; sesuatu yang disukai atau dipandang baik (QS. 16: 125, 28: 84)
2. Tayyibah; sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan jiwa (QS. 2: 57).
3. Khair; sesuatu yang baik menurut umat manusia (QS. 2: 158).
4. Mahmudah; sesuatu yang utama akibat melaksanakan sesuatu yang disukai Allah (QS. 17: 79).
5. Karimah; perbuatan terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari (QS. 17: 23).
6. Birr; upaya memperbanyak perbuatan baik (QS. 2: 177).
KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB
Makna Kebebasan:
1. Kemampuan untuk menentukan diri sendiri, tidak dibatasi oleh orang lain.
2. Kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai yang dimilikinya dan tujuan yang diinginkannya.
3. Kemampuan memilih kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya.
4. tidak dipaksa/terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya, berbuat dengan leluasa.
Kebebasan manusia: apakah manusia memiliki kebebasan atau tidak?
1. Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan kemauannya (Qadariyah/Mu’tazilah).
2. Kebebasan manusia dibatasi oleh Tuhan (Jabariyah/Asy’ariyah).
Dasar Kebebasan: QS. 3: 164, 18: 29, 41: 40.
Macam Kebebasan:
1. Kebebasan jasmani (menggerakkan anggota tubuh).
2. Kebebasan ruhani (berkehendak)
3. Kebebasan moral.
Tanggung Jawab
• Kesediaan dasariah untuk melaksanaka apa yang menjadi kewajiban.
• Kewajiban untuk melaksanakan segala sesuatu yang bertujuan untuk mempertahankan keadilan, keamanan, dan kemakmuran.
• Menerima pembebanan sebagai akibat perbuatan sendiri.
Eksistensi Tanggung jawab
• berhubungan dengan perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran.
• Tanggung jawab berhubungan dengan kebebasan berbuat , dimana kebebasan berbuat harus dapat dipertanggungjawabkan.
• Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab meliputi:
1. kemampuan untuk menentukan diri sendiri
2. kemampuan untuk bertanggungjawab.
3. kedewasaan manusia
Kuliah Keempat
PEMBENTUKAN AKHLAK
Pandangan tentang eksistensi akhlak
- Terdapat dua aliran tentang akhlak manusia, apakah akhlak itu dibentuk atau bawaan sejak lahir.
1. Akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Jadi akhlak adalah pembawaan manusia, yaitu kecenderungan kepada fitrah yang ada pada dirinya. Akhlak tumbuh dengan sendirinya tanpa dibentuk atau diusahakan (gairu muktasabah).
2. Akhlak adalah hasil pendidikan, latihan atau pembinaan yang sungguh-sungguh. Akhlak adalah hasil usaha (muktasabah).
Metode Pembentukan Akhlak
• Dalam Islam pembentukan akhlak dilakukan secara integrated, melalui rukun iman dan rukun Islam. Ibadah dalam Islam menjadi sarana pembinaan akhlak.
• Cara lain adalah melalui: pembiasaan, keteladanan, dan instropeksi.
Faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak
1. Aliran Nativisme: potensi batin dangat dominant dalam pembinaan akhlak. Potensi tersebut adalah pembawaan yang berupa kecenderungan, bakat, minat, akal, dan lain-ain.
2. Aliran Empiris: lingkungan social, termasuk pendidikan merupakan factor penting dalam pembinaan akhlak.
3. Aliran Konvergensi: pembinaan akhlak dipengaruhi oleh factor internal (pembawaan) dan factor eksternal (lingkungan).
4. Islam: sesuai dengan aliran konvergensi (QS. An-Nahl: 78, dan hadis Nabi: kullu mauludin…).
Petunjuk Pembinaan Akhlak dalam Islam:
1. Memilih pasangan hidup yang beragama
2. Banyak beribadah saat hamil
3. Mengazani saat kelahiran
4. Memberi makanan yang halal dan bergizi
5. Mencukur rambut dan khitan sebagai tanda kesucian
6. Aqiqah, isyarat menerima kehadiran sang anak
7. Memberi nama yang baik
8. Mengajari membaca Al-qur’an
9. Mengajari salat sejak umur tujuh tahun.




Thanks for reading & sharing Coretan

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon Saran dan Masukannya